Anakku Menggelar Peta di Meja


ANAKKU MENGGELAR PETA DI MEJA

anakku menggelar peta di meja. matanya berlari dari lembah ke gunung, menjelajah benua dan samudra. ketika hujan turun ia pun berteduh di bawah trembesi, beringin, dan jati. dinikmatinya guliran air di rambut dan pipi. acapkali dipandangnya matahari lewat kecipak telaga pada jiwa. "bapak, ini tropika. aku cinta."

anakku menggelar peta di meja. di ujung tanjung ia menegak, meraba luas lautan. kapal-kapal berlayar di dadanya, menyinggahi dermaga demi dermaga. lihat, bendera pun berkibar memainkan rambut ikalnya. lalu ia catat riwayat  ikan, udang, kerang, bunga karang, ganggang, dan batuan ke dalam buku setengah kumal. "bapak, maritim negeri kita, ohoi, betapa kaya."

anakku menggelar peta di meja. di cakrawala ladang-ladang membentang. kopi, teh, cengkeh, pala, merica, dan entah apa saja bertumbuhan di jantung. bertumbuhan sepanjang musim, dikemul cuaca, diguyur hangat udara. ia ingat guru sejarah pernah berkisah bahwa belanda menjajah oleh sebab rempah. "bapak, betapa kaya negeri kita."
 
anakku menggelar peta di meja. selembar peta yang dipungutnya dari gundukan sampah sisi rumah. air kali mencoklat dari hulu menuju kapiler-kapiler pada tubuh. mengusung rumah-rumah papan, tanah becek, cacing dan kecoak. kalender pun berjatuhan kehilangan angka, tak bisa dipungut sebab waktu bukan lagi punyaku. "bapak, hanya ada air di meja. perut kita betapa danaunya."

anakku menggelar peta di meja
aku sembunyikan air mata

                                                 seoul, 17 oktober 2014

 
aku, puisi, dan negeri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BERLATIH MENULIS CERPEN

Hakikat Cerpen 3 Paragraf

Peradaban dan Ekologi Sungai dalam Puisi