Anakku Menggelar Peta di Meja
ANAKKU MENGGELAR PETA DI MEJA
anakku menggelar peta di meja. matanya berlari dari lembah
ke gunung, menjelajah benua dan samudra. ketika hujan turun ia pun berteduh di
bawah trembesi, beringin, dan jati. dinikmatinya guliran air di rambut dan
pipi. acapkali dipandangnya matahari lewat kecipak telaga pada jiwa. "bapak,
ini tropika. aku cinta."
anakku menggelar peta di meja. di ujung tanjung ia
menegak, meraba luas lautan. kapal-kapal berlayar di dadanya, menyinggahi
dermaga demi dermaga. lihat, bendera pun berkibar memainkan rambut ikalnya.
lalu ia catat riwayat ikan, udang,
kerang, bunga karang, ganggang, dan batuan ke dalam buku setengah kumal.
"bapak, maritim negeri kita, ohoi, betapa kaya."
anakku menggelar peta di meja. di cakrawala ladang-ladang
membentang. kopi, teh, cengkeh, pala, merica, dan entah apa saja bertumbuhan di
jantung. bertumbuhan sepanjang musim, dikemul cuaca, diguyur hangat udara. ia
ingat guru sejarah pernah berkisah bahwa belanda menjajah oleh sebab rempah.
"bapak, betapa kaya negeri kita."
anakku menggelar peta di meja. selembar peta yang
dipungutnya dari gundukan sampah sisi rumah. air kali mencoklat dari hulu
menuju kapiler-kapiler pada tubuh. mengusung rumah-rumah papan, tanah becek,
cacing dan kecoak. kalender pun berjatuhan kehilangan angka, tak bisa dipungut
sebab waktu bukan lagi punyaku. "bapak, hanya ada air di meja. perut kita
betapa danaunya."
anakku menggelar peta di meja
aku sembunyikan air mata
aku, puisi, dan negeri
Komentar
Posting Komentar