Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2015

Antara Minat Baca dan Selera Baca

Gambar
ANTARA MINAT BACA DAN SELERA BACA Oleh Tengsoe Tjahjono Membaca merupakan salah satu kegiatan bahasa yang amat vital dalam masyarakat modern dan lebih-lebih di kalangan akademisi. Dalam masyarakat setiap hari puluhan koran, majalah, bahkan buku-buku selalu diproduksi dan dipasarkan. Di dalam semua jenis media itu akan dijumpai informasi mengenai pengetahuan, berita, lapangan pekerjaan, iklan, dan sebagainya, yang mau tak mau harus diserap oleh masyarakat modern tersebut. Kecuali, jika masyarakat modern tersebut, hanya modern dalam dimensi waktu, bukan modern dalam dimensi kultural. Membaca, seharusnya, menjadi kebutuhan hidup masyarakat ini. Rosidi (1983:86) menegaskan bahwa pengetahuan sebagian besar tidaklah didapatkan dari bangku sekolah, melainkan melalui buku. Banyak orang mengatakan bahwa buku itu sesungguhnya merupakan universitas yang paling baik. Sedangkan di kalangan akademisi membaca menjadi jantung kehidupan mereka. Informasi yang diberikan guru atau dosen

Puisi yang Terus Ditulis

Gambar
PUISI YANG TERUS DITULIS Oleh Tengsoe Tjahjono hanya sebongkah kuasah menjadi kupu-kupu sayapnya patah melukai mata bocah musim telah berubah kini batu menjadi buah (TANDA- Widodo Basuki ) Dalam berbagai peristiwa lomba sastra yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Jawa Timur kehadiran para dewan juri atau dewan pengamat mutlak diperlukan. Para dewan juri tersebut bukan hanya berkutat pada persoalan menilai para peserta yang sedang berlomba, namun sekaligus melakukan silaturahmi dengan sesama juri itu. Dalam pertemuan yang berlangsung di saat-saat istirahat seringkali muncul spirit untuk merajut karya bersama. Maka, tak jarang lahirlah beberapa karya antologi. Aming Aminoedhin, Ayomi Tyas Wening, Bagus Putu Parto, Herry Lamongan, Ida nurul Chasanah, Jack Parmin, Lennon Machali, R. Djoko Prakoso, R. Giryadi, Tengsoe Tjahjono, Tjahjono Widarmanto, dan Widodo Basuki kali ini menerbitkan sebuah antologi puisi yang diberi tajuk “Dendang Kecil Jalan Sunyi”. Seba

Membaca Geliat Sastra di Malang

Gambar
MEMBACA GELIAT SASTRA DI MALANG Oleh Tengsoe Tjahjono Empat tahun terakhir ini saya melihat geliat sastra di Malang Raya memperlihatkan gejala yang menarik. Aktivitas sastra tampak semarak, baik itu berupa diskusi-diskusi, penerbitan, dan pemanggungan. Bahkan, keterlibatan langsung para sastrawan terhadap problematika masyarakat juga tampak. Misalnya saja simpati dan aksi mereka terhadap persoalan air di Cangar Dusun Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu sehingga tempat itu dipakai untuk peluncuran antologi puisi “Memo untuk Presiden” yang berskala nasional. Disusul kemudian lahirnya antologi puisi “Mata Air” sebagai bentuk respon penyair terhadap kondisi air yang semakin terabaikan. Mengapa geliat sastra itu semakin terasa? Saya melihat ada 5 faktor penyebabnya, yaitu: warung kopi, komunitas, relasi antar seniman, dan tokoh. Fenomena Warung Kopi Malang ini merupakan kota yang unik. Sebagai kota pendidikan, kota ini tidak memiliki fasilitas warga yang dapat dipakai untuk b

Relasi Gagasan - Rasa - Bahasa dalam "Tabir Hujan"

Gambar
RELASI GAGASAN – RASA – BAHASA DALAM “ TABIR HUJAN” Tengsoe Tjahjono aku menyelam dalam semesta pikiran Kukira hanya tumpukan kepala dan jantung para pencari jalan (Imam Maarif – Pencarianku) Tiba-tiba saja aku harus berhadapan dengan sebuah antologi puisi “Tabir Hujan”.  Ada 11 penyair hadir dengan karya-karya mereka yaitu: Akhmad Fatoni, Aguk Irawan MN, Denny Mizhar, Imamuddin SA,  Isnaini KH, Muhammad Aris, Muhajir Arifin, Saiful Anam Assyaibani (Javed Paul Syatha), Ahmad Syauqi Sumbawi, Umar Fauzi Ballah, dan Imam Maarif. Maka seperti sajak yang ditulis Imam Maarif: aku (pun) menyelam dalam semesta pikiran . Andai 11 penyair itu benda langit yang bertebaran di luas galaksi, mau tak mau aku harus mampu memahami karakter mereka masing-masing, agar mampu menjelajahi makna yang tersimpan pada rahasia semesta pikiran mereka. Andai puisi-puisi itu adalah tabir hujan, maka aku harus mampu menafsirkan setiap tetes air yang tercurah dari kerumunan awan pikiran mer

Puisi: Antara Teknik dan Substansi

Gambar
PUISI: ANTARA TEKNIK DAN SUBSTANSI Oleh: Tengsoe Tjahjono Aku seringkali iri membaca puisi-puisimu yang mampu membuat korek api, tempat parkir dan selang air menjadi isyarat yang lebih mapan dari biru langit, semu senja dan manja hujan. (Tentang Bulu Mata yang Dipertanyakan – Andi Wirambara) /1/ Saat aku menerima buku antologi puisi Sulfatara (Pelangi Sastra Malang dalam Puisi) muncul perasaan bangga. Ternyata nafas sastra di Malang masih ada. Tidak mati seperti diduga orang selama ini. Bagiku menulis sastra itu adalah sebuah panggilan. Tidak banyak anak muda yang dipanggil untuk berkarya di bidang ini. Nah, dari yang sedikit itu ternyata mampu melahirkan karya. Buku Sulfatara menjadi sinyal dan tanda bahwa sastra di kota Malang tidak akan pernah tiada. Ada 16 penyair berbakat mempersembahkan karyanya dalam antologi ini. Tentu, yang tidak dapat dihindarkan munculnya keberagaman, baik dari segi bentuk maupun isi, dari segi teknik maupun substansi, dari seg

Merefleksikan Hidup Melalui Puisi

Gambar
“Surat Hening” karya Herry Lamongan MEREFLEKSIKAN HIDUP MELALUI PUISI August 28, 2010 /1/ Puisi. Kata ini seakan memiliki magnet yang amat besar daya sedotnya. Tumbuh beribu-ribu penyair di Indonesia ini buah dari kuasa magnet tersebut. Namun, Herry Lamongan bukanlah penyair yang menulis karena pesona magnet itu. Herry menulis karena ingin mencatat lintasan-lintasan peristiwa yang dijumpainya. Puisi adalah media yang paling pas baginya untuk mengungkapkan komentarnya atas peristiwa-peristiwa itu. Begini katanya: ”siapa menyisir serabut syarafku, bersila dalam/ nadi kemudian larik temali menghela peristiwa/ ke dalam sajak. ” Dengan gaya retorik ia bertanya. Walau sejatinya ia tahu bahwa ketimpangan sosial, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kemiskinan, dan sebagainya yang merebak dalam lingkaran hidupnya yang mengetuk kesadaran kritisnya hingga lahir puisi. Peristiwa tersebut menyentuh relung sanubarinya, mengetuk nuraninya, untuk berkata-kata. Katanya lagi: ”entah s