Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Kesunyian Mouna dalam Rupa dan Kata

Gambar
KESUNYIAN MOUNA DALAM RUPA DAN KATA Tengsoe Tjahjono Nyamuk yang terpasung Pada ranting kering pohon perdu Sebentar lagi redup dan menutup Tak perlu kautunggu /1/ Mouna Be sebenarnya lebih dikenal sebagai perupa. Sejak 1996 ia sudah banyak terlibat dalam berbagai pameran. Lukisan Mouna cenderung murung dan sepi. Sebatang pohon dengan beberapa ranting dengan latar langit yang polos tanpa awan sebiji pun. Pohon yang berdiri di tepi kanvas, seakan disingkirkan dari bentang semesta. Seeko rkupu-kupu yang menancap sendiri di sebuah pohon, sementara di langit terlihat kupu-kupu lain terbang menjauh. Ia seakan sengaja ditinggalkan. Tema-tema sendiri dan sepi itu semakin diperkuat oleh pilihan warna yang sengaja dimiskinkan. Tidak banyak warna dipakai oleh Mouna untuk mengungkapkan gejolak batinnya. Paling banyak ada 3 warna dasar hadir pada setiap lukisannya. Sungguh, penikmat diajak untuk memasuki suasana batin, daripada disibukkan oleh suasana fisik atau raga. Lukis

Puisi tentang Korea karya Tengsoe Tjahjono

Gambar
Tengsoe Tjahjono PINTU Kukenal kamu sebagai pintu. Kukenali karena bentukmu. Melewatimu harus menunduk, bayang-bayang separoh badan Hanya debu, hanya debulah aku  Lalu kamu ajak aku bersila pada dataran papan hangat. Energi mengalir dari batin ditumbuk dalam lesung yang tersedia di sudut “Bukankah kelembutan itu sebuah pintu abadi?” Pintu lain dari gerbangmu  tak ada yang bisa mengekalkan buka atau tutup salammu selalu bersambut dalam bayang separoh tubuh                                                                                                 Seoul, 30 Maret 2014 Tengsoe Tjahjono MELINGKARI DANAU SEOKCHON Sebagai danau kau sediakan aku pohon-pohon sakura dan jalan setapak Guguran kelopak sewarna tanah tak kan bisa mencatat kekal Orang-orang lalu-lalang di benak,  bercium dan berteriak Kecipak danau mengundang mimpi. Perahu-perahu kecil Segelas kopi pahit di kafe seberang 4000 langkah sudah. Bahkan lebih. Tak dijumpainya

Kamu Wakilku, Maka Layani Aku

Gambar
Kamu Wakilku, Maka Layani Aku Tengsoe Tjahjono Memo Penyair dimaksudkan sebagai catatan, pesan, saran, ajakan, atau bisa jadi kritik penyair terhadap kerja para penyelenggara negara dan pelayan publik manakala terlihat terjadi penyimpangan atau tidak mengabdi pada kepentingan besar rakyat. Pada tahun 2014 Memo Penyair menerbitkan antologi puisi Memo untuk Presiden . Antologi tersebut dimaksudkan untuk memberikan masukan dan pesan kepada presiden mengenai hal-hal yang mesti diperhatikan dan dieksekusi selama yang bersangkutan berada dalam pemerintahan. Bahkan, puisi tersebut diharapkan bisa menjadi pengawal dan pengawas secara batin dan nurani segala kebijakan pemerintah. Pada tahun 2015 ini Memo Penyair juga menerbitkan antologi puisi Memo untuk Wakil Rakyat . Bukan tanpa alasan jika para penyair bersekutu melalui jalan puisi untuk selalu mengingatkan wakil rakyat dalam menjalankan fungsi legislasinya. Bukankah beberapa legislator mulai memperlihatkan perilaku yang t

Antara Minat Baca dan Selera Baca

Gambar
ANTARA MINAT BACA DAN SELERA BACA Oleh Tengsoe Tjahjono Membaca merupakan salah satu kegiatan bahasa yang amat vital dalam masyarakat modern dan lebih-lebih di kalangan akademisi. Dalam masyarakat setiap hari puluhan koran, majalah, bahkan buku-buku selalu diproduksi dan dipasarkan. Di dalam semua jenis media itu akan dijumpai informasi mengenai pengetahuan, berita, lapangan pekerjaan, iklan, dan sebagainya, yang mau tak mau harus diserap oleh masyarakat modern tersebut. Kecuali, jika masyarakat modern tersebut, hanya modern dalam dimensi waktu, bukan modern dalam dimensi kultural. Membaca, seharusnya, menjadi kebutuhan hidup masyarakat ini. Rosidi (1983:86) menegaskan bahwa pengetahuan sebagian besar tidaklah didapatkan dari bangku sekolah, melainkan melalui buku. Banyak orang mengatakan bahwa buku itu sesungguhnya merupakan universitas yang paling baik. Sedangkan di kalangan akademisi membaca menjadi jantung kehidupan mereka. Informasi yang diberikan guru atau dosen

Puisi yang Terus Ditulis

Gambar
PUISI YANG TERUS DITULIS Oleh Tengsoe Tjahjono hanya sebongkah kuasah menjadi kupu-kupu sayapnya patah melukai mata bocah musim telah berubah kini batu menjadi buah (TANDA- Widodo Basuki ) Dalam berbagai peristiwa lomba sastra yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Jawa Timur kehadiran para dewan juri atau dewan pengamat mutlak diperlukan. Para dewan juri tersebut bukan hanya berkutat pada persoalan menilai para peserta yang sedang berlomba, namun sekaligus melakukan silaturahmi dengan sesama juri itu. Dalam pertemuan yang berlangsung di saat-saat istirahat seringkali muncul spirit untuk merajut karya bersama. Maka, tak jarang lahirlah beberapa karya antologi. Aming Aminoedhin, Ayomi Tyas Wening, Bagus Putu Parto, Herry Lamongan, Ida nurul Chasanah, Jack Parmin, Lennon Machali, R. Djoko Prakoso, R. Giryadi, Tengsoe Tjahjono, Tjahjono Widarmanto, dan Widodo Basuki kali ini menerbitkan sebuah antologi puisi yang diberi tajuk “Dendang Kecil Jalan Sunyi”. Seba

Membaca Geliat Sastra di Malang

Gambar
MEMBACA GELIAT SASTRA DI MALANG Oleh Tengsoe Tjahjono Empat tahun terakhir ini saya melihat geliat sastra di Malang Raya memperlihatkan gejala yang menarik. Aktivitas sastra tampak semarak, baik itu berupa diskusi-diskusi, penerbitan, dan pemanggungan. Bahkan, keterlibatan langsung para sastrawan terhadap problematika masyarakat juga tampak. Misalnya saja simpati dan aksi mereka terhadap persoalan air di Cangar Dusun Bulukerto Kecamatan Bumiaji Kota Batu sehingga tempat itu dipakai untuk peluncuran antologi puisi “Memo untuk Presiden” yang berskala nasional. Disusul kemudian lahirnya antologi puisi “Mata Air” sebagai bentuk respon penyair terhadap kondisi air yang semakin terabaikan. Mengapa geliat sastra itu semakin terasa? Saya melihat ada 5 faktor penyebabnya, yaitu: warung kopi, komunitas, relasi antar seniman, dan tokoh. Fenomena Warung Kopi Malang ini merupakan kota yang unik. Sebagai kota pendidikan, kota ini tidak memiliki fasilitas warga yang dapat dipakai untuk b

Relasi Gagasan - Rasa - Bahasa dalam "Tabir Hujan"

Gambar
RELASI GAGASAN – RASA – BAHASA DALAM “ TABIR HUJAN” Tengsoe Tjahjono aku menyelam dalam semesta pikiran Kukira hanya tumpukan kepala dan jantung para pencari jalan (Imam Maarif – Pencarianku) Tiba-tiba saja aku harus berhadapan dengan sebuah antologi puisi “Tabir Hujan”.  Ada 11 penyair hadir dengan karya-karya mereka yaitu: Akhmad Fatoni, Aguk Irawan MN, Denny Mizhar, Imamuddin SA,  Isnaini KH, Muhammad Aris, Muhajir Arifin, Saiful Anam Assyaibani (Javed Paul Syatha), Ahmad Syauqi Sumbawi, Umar Fauzi Ballah, dan Imam Maarif. Maka seperti sajak yang ditulis Imam Maarif: aku (pun) menyelam dalam semesta pikiran . Andai 11 penyair itu benda langit yang bertebaran di luas galaksi, mau tak mau aku harus mampu memahami karakter mereka masing-masing, agar mampu menjelajahi makna yang tersimpan pada rahasia semesta pikiran mereka. Andai puisi-puisi itu adalah tabir hujan, maka aku harus mampu menafsirkan setiap tetes air yang tercurah dari kerumunan awan pikiran mer