Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

REALISME-MAGIS DALAM CERPEN DWI RATIH RAMADHANY

Gambar
REALISME-MAGIS DALAM CERPEN DWI RATIH RAMADHANY Tengsoe Tjahjono Setelah Ratna Indraswari Ibrahim siapa perempuan cerpenis yang lahir dan tumbuh di kota Malang? Tidak mudah menjawabnya sebab Malang merupakan kota besar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Malang memiliki banyak perguruan tinggi dan tentu saja berkembang menjadi Indonesia kecil karena hadirnya mahasiswa dari pelbagai wilayah di Indonesia. Karenanya, perempuan cerpenis Malang tak musti harus ber-KTP Malang, namun mereka yang berproses secara intensif di kota Malang ini. Salah satunya ialah Dwi Ratih Ramadhany, mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Malang (UM), yang tahun ini terpilih sebagai salah seorang sastrawan muda yang diundang dalam ajang Ubud Writers & Readers Festival 2015 . Di hadapan saya terbentang dua cerpen Dwi Ratih Ramadhany yaitu Pemilin Kematian dan Buku Harian Clara Ayu Juliarni Marhaendra Wijaya . Dua cerpen ini menarik karena bukan hanya menampilkan dimensi faktual, namu

HAZIM AMIR: PUISI ITU SEDERHANA

Gambar
HAZIM AMIR: PUISI ITU SEDERHANA Oleh Tengsoe Tjahjono Perkembangan seni sastra dan teater di Malang tak dipisahkan dengan kiprah Hazim Amir. Hazim Amir yang lahir di Yogya 3 Agustus 1937 dan wafat pada 20 Mei 1997 memiliki pengaruh yang luar biasa bagi pertumbuhan seni sastra, teater, bahkan seni yang lain. Sikapnya yang sangat egaliter dan humanis mampu memberikan inspirasi bagi para seniman Malang ketika itu. Pada tahun 1980-an jika seniman dari luar Malang datang ke kota ini, maka yang menjadi ‘jujugan’ ialah rumah Hazim Amir. Rumah yang sekaligus musium pribadinya ramai dikunjungi orang. Tentu hal itu bukan tanpa alasan. Tentu, alasan utama ialah ketokohan dia di kalangan para seniman. Ketokohan dia lahir bukan karena sebuah kesadaran konstruksi, namun karena buah dari kerja dia yang sungguh-sungguh di bidang kesenian, terutama teater, serta kebudayaan secara lebih luas. Teater merupakan sebuah compound-art atau mixed-art , begitu menurutnya ketika itu. Oleh karenan

NARASI MELAYU DALAM PUISI SYARIFUDDIN ARIFIN

Gambar
NARASI MELAYU DALAM PUISI SYARIFUDDIN ARIFIN Oleh Tengsoe Tjahjono Melayu mengingatkan saya akan dendang dan pantun, mengingatkan saya pada irama dan kata-kata bijak. Sebuah pesan selalu didendangkan serta disampaikan secara lisan pada pelbagai kesempatan dan kepada pelbagai kalangan. Nah, ketika saya membaca puisi-puisi Syarifuddin Arifin, seorang penyair Padang, saya seakan dibawa dalam suasana Melayu tersebut. Suasana Melayu, baik dalam puisi dan lagu, dibangun oleh dua hal penting , yaitu isi dan ekspresi. Isi teks Melayu itu selalu berupa pengejewantahan hidup sehari-hari dan mengandung pesan moral yang berupa tunjuk ajar. Kita tentu ingat Gurindam Dua Belas Raja Ali Haji dan puisi-puisi Amir Hamzah. Sedangkan dari segi ekspresi teks Melayu kuat pada irama, repetisi, diksi yang mengangkat fenomena alam dan budaya Melayu. Akibatnya, teks Melayu terkesan rancak dan penuh gerak. Mari kita perhatikan Gurindam Pasal Kelima karya Raja Ali Haji berikut ini. Ini

SURABAYA: KOTA PAHLAWAN NAN SEKSI

Gambar
SURABAYA: KOTA PAHLAWAN NAN SEKSI Tengsoe Tjahjono apakah Allah dan para malaikat sempat tidur ketika aku minta wiski di pub? (Makam Paneleh Surabaya -- Beni Setia) Kota? Tampaknya ini sangat menarik. Sampai-sampai penyair pun tergoda untuk menuliskannya ke dalam puisi. Melihat kota melihat pula kondisi masyarakatnya. Melihat warga melihat pula kotanya. Ada hubungan resiprokal antara kota dan manusia. Kota, yang menurut Jorge E. Hardoy, memiliki ukuran dan jumlah penduduk yang besar, tempat masyarakat tinggal dan bekerja, bersifat heterogen dan hierarkis dalam masyarakat, menjadi pusat ekonomi dan pemerintahan, serta berfungsi sebagai tempat penyebaran dan distribusi segala hal, tentu melahirkan aneka macam persoalan sosial. Tanpa manajemen perkotaan yang baik kota akan menjadi hutan rimba pergaulan. Siapa kuat siapa menang, siapa nekat akan selamat. Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia tentu saja memiliki ciri-ciri seperti itu. Rasanya apa yang ditulis