Postingan

KISAH BUKU SASTRA

Gambar
KISAH BUKU SASTRA Oleh Tengsoe Tjahjono /1/ Di sebuah Minggu pagi seseorang tiba-tiba mengunjungi rumah saya. Di meja teras rumah ia keluarkan tumpukan kertas dari tas punggungnya. “Ini novel pertama saya. Saya sudah senang menulis sejak SMA. Saya ingin novel saya ini diterbitkan. Apa Bapak bisa menolong saya?” Saya terdiam. Sungguh-sungguh terdiam. Saya amati wajah lelaki muda itu. Matanya penuh pancaran harap. Bisa jadi dalam hatinya terbayang jutaan uang royalti, buku novelnya bertengger di rak-rak toko buku, foto wajahnya terpampang di poster-poster, sibuk memberi tanda tangan para penggemarnya, atau duduk di meja depan pada saat seminar proses kreatif. Mungkin ia tak membayangkan betapa rumitnya penerbit menghitung dana yang dibutuhkan untuk penerbitan buku sastra, tingkat kerugian finansial yang bakal muncul, tumpukan buku sastra di gudang yang tak terjamah pembaca, atau berapa persen modal yang akan kembali. Saya sodorkan sebuah alamat penerbit kepada pemuda itu

Inspirasi di Sekitar Kita

Gambar
INSPIRASI DI SEKITAR KITA Oleh Tengsoe Tjahjono “Pak, saya mau menulis cerita, tetapi nggak punya ide. Bagaimana ya caranya cari inspirasi?” Pertanyaan seperti itu sering kali muncul. Tetapi, bagaimana menjawabnya saya pun sering tak bisa. Mungkin kuncinya: penulis hendaknya memiliki kepekaan menangkap fenomena, gejala, peristiwa, tanda-tanda, benda-benda, orang-orang, dan sebagainya yang selalu berserakan di sekitarnya. Dengan kepekaan itu penulis bisa menangkap momen puitik atau momen estetik, yang sangat sayang jika dilewatkan begitu saja. Momen itu harus bisa dikembangkan menjadi teks sastra. Yang ingin saya tunjukkan ialah fenomena, gejala, peristiwa, benda-benda, dan sebagainya yang berpotensi menjadi sumber inspirasi bagi para penulis. Hanya saja tanpa kepekaan dari penulis, hal-hal itu akan menjadi kata benda yang mati dan tak berarti. Daftar berikut ini bukanlah urutan, tetapi saya tulis secara acak, seturut ingatan saya. 1.        Pengalaman hidup sehari-hari

BELANTARA TEMA DI RUANG SEMPIT

Gambar
BELANTARA TEMA DI RUANG SEMPIT Tengsoe Tjahjono Cerpen tiga paragraf (disingkat pentigraf) kali pertama saya tulis di koran Suara Indonesia Malang pada tahun 1980-an. Sebenarnya bentuk cerita pendek yang pendek (short short-story) bukan hal baru di dunia sastra prosa. Sehubungan dengan cerita pendek yang pendek itu terdapat istilah flash fiction yaitu karya prosa fiksi yang sangat singkat, walaupun tidak ada ukuran baku tentang singkatnya itu, ada yang 250 hingga 1000 kata saja, bahkan ada yang hanya 144 huruf saja. Namun, juga dijumpai cerita mini yang mencapai 2500 kata. Ukurannya sungguh-sungguh sangat beragam. Mengapa tiga paragraf? Pemilihan 3 paragraf ini memiliki beberapa alasan. Pertama , alasan kepastian panjang teks. Panjang teks hanya 3 paragraf memungkinkan penulis lebih leluasa menuangkan gagasannya, tidak dibatasi oleh jumlah kata atau jumlah huruf. Leluasa dalam mengatur laju alur dan penataan konflik dalam cerita. Kedua , kepadatan teks pentigraf ini sepert