KISAH BUKU SASTRA
KISAH BUKU SASTRA Oleh Tengsoe Tjahjono /1/ Di sebuah Minggu pagi seseorang tiba-tiba mengunjungi rumah saya. Di meja teras rumah ia keluarkan tumpukan kertas dari tas punggungnya. “Ini novel pertama saya. Saya sudah senang menulis sejak SMA. Saya ingin novel saya ini diterbitkan. Apa Bapak bisa menolong saya?” Saya terdiam. Sungguh-sungguh terdiam. Saya amati wajah lelaki muda itu. Matanya penuh pancaran harap. Bisa jadi dalam hatinya terbayang jutaan uang royalti, buku novelnya bertengger di rak-rak toko buku, foto wajahnya terpampang di poster-poster, sibuk memberi tanda tangan para penggemarnya, atau duduk di meja depan pada saat seminar proses kreatif. Mungkin ia tak membayangkan betapa rumitnya penerbit menghitung dana yang dibutuhkan untuk penerbitan buku sastra, tingkat kerugian finansial yang bakal muncul, tumpukan buku sastra di gudang yang tak terjamah pembaca, atau berapa persen modal yang akan kembali. Saya sodorkan sebuah alamat penerbit kepada pemuda itu